Selasa, 24 Juli 2012

Silsilah Batak

Horas...Somba marhula hula, Manat mardongan tubu, Elek marboru..


Berikut adalah silsilah marga-marga batak yang berasal dari Si Raja Batak yang disadur dari buku "Kamus Budaya Batak Toba" karangan M.A. Marbun dan I.M.T. Hutapea, terbitan Balai Pustaka, Jakarta, 1987. Silsilah Raja Batak ini dicoba diterjemahkan dalam bentuk postingan biasa, semoga tidak membingungkan bagi pembaca yang kebetulan ingin mencari asal mula marganya SI RAJA BATAK dan keturunannya.

SI RAJA BATAK mempunyai 2 orang putra, yaitu :

1. GURU TATEA BULAN.
2. RAJA ISOMBAON.GURU TATEA BULAN

Dari istrinya yang bernama SI BORU BASO BURNING, GURU TATEA BULAN memperoleh 5 orang putra dan 4 orang putri, yaitu :

- Putra :
a. SI RAJA BIAK-BIAK, pergi ke daerah Aceh.
b. TUAN SARIBURAJA.
c. LIMBONG MULANA.
d. SAGALA RAJA.
e. MALAU RAJA.

- Putri :
1. SI BORU PAREME, kawin dengan TUAN SARIBURAJA.
2. SI BORU ANTING SABUNGAN, kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA, putra RAJA ISOMBAON.
3. SI BORU BIDING LAUT, juga kawin dengan TUAN SORIMANGARAJA.
4. SI BORU NAN TINJO, tidak kawin (banci).

TATEA BULAN artinya "TERTAYANG BULAN" = "TERTATANG BULAN".
RAJA ISOMBAON (RAJA ISUMBAON) RAJA ISOMBAON artinya RAJA YANG DISEMBAH. Isombaon kata dasarnya somba (sembah).

Semua keturunan SI RAJA BATAK dapat dibagi atas 2 golongan besar :
a. Golongan TATEA BULAN = Golongan Bulan = Golongan (Pemberi) Perempuan. Disebut juga GOLONGAN HULA-HULA = MARGA LONTUNG.
b. Golongan ISOMBAON = Golongan Matahari = Golongan Laki-laki. Disebut juga GOLONGAN BORU = MARGA SUMBA.

Kedua golongan tersebut dilambangkan dalam bendera Batak (bendera SI SINGAMANGARAJA), dengan gambar matahari dan bulan. Jadi, gambar matahari dan bulan dalam bendera tersebut melambangkan seluruh keturunan SI RAJA BATAK.

SARIBURAJA dan Marga-marga Keturunannya SARIBURAJA adalah nama putra kedua dari GURU TATEA BULAN. Dia dan adik kandungnya perempuan yang bernama SI BORU PAREME dilahirkan marporhas (anak kembar berlainan jenis).
Mula-mula SARIBURAJA kawin dengan NAI MARGIRING LAUT, yang melahirkan putra bernama RAJA IBORBORON (BORBOR). Tetapi kemudian SI BORU PAREME menggoda abangnya SARIBURAJA, sehingga antara mereka terjadi perkawinan incest.
Setelah perbuatan melanggar adat itu diketahui oleh saudara-saudaranya, yaitu LIMBONG MULANA, SAGALA RAJA, dan MALAU RAJA, maka ketiga bersaudara tersebut sepakat untuk membunuh SARIBURAJA. Akibatnya SARIBURAJA menyelamatkan diri dan pergi mengembara ke hutan Sabulan meninggalkan SI BORU PAREME yang sedang dalam keadaan hamil.

Ketika SI BORU PAREME hendak bersalin, dia dibuang oleh saudara-saudaranya ke hutan belantara, Tetapi di hutan tersebut SARIBURAJA kebetulan bertemu kembali dengan SI BORU PAREME.
SARIBURAJA datang bersama seekor harimau betina yang sebelumnya telah dipeliharanya menjadi "istrinya" di hutan itu. Harimau betina itulah yang kemudian merawat serta memberi makan SI BORU PAREME di dalam hutan. SI BORU PAREME kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama SI RAJA LONTUNG.

Dari istrinya sang harimau, SARIBURAJA memperoleh seorang putra yang diberi nama SI RAJA BABIAT. Di kemudian hari SI RAJA BABIAT mempunyai banyak keturunan di daerah Mandailing. Mereka bermarga BAYOANGIN, karena selalu dikejar-kejar dan diintip oleh saudara-saudaranya.

SARIBURAJA kemudian berkelana ke daeerah Angkola dan seterusnya ke Barus. SI RAJA LONTUNG, Putra pertama dari TUAN SARIBURAJA. Mempunyai 7 orang putra dan 2 orang putri, yaitu :

- Putra :
a. TUAN SITUMORANG, keturunannya bermarga SITUMORANG.
b. SINAGA RAJA, keturunannya bermarga SINAGA.
c. PANDIANGAN, keturunannya bermarga PANDIANGAN.
d. TOGA NAINGGOLAN, keturunannya bermarga NAINGGOLAN.
e. SIMATUPANG, keturunannya bermarga SIMATUPANG.
f. ARITONANG, keturunannya bermarga ARITONANG.
g. SIREGAR, keturunannya bermarga SIREGAR.

- Putri :
a. SI BORU ANAKPANDAN, kawin dengan TOGA SIHOMBING.
b. SI BORU PANGGABEAN, kawin dengan TOGA SIMAMORA.

Karena semua putra dan putri dari SI RAJA LONTUNG berjumlah 9 orang, maka mereka sering dijuluki dengan nama LONTUNG SI SIA MARINA, PASIA BORUNA SIHOMBING SIMAMORA. SI SIA
MARINA = SEMBILAN SATU IBU.

Dari keturunan SITUMORANG, lahir marga-marga cabang LUMBAN PANDE, LUMBAN NAHOR, SUHUTNIHUTA, SIRINGORINGO,
SITOHANG, RUMAPEA, PADANG, SOLIN.

Dari keturunan SINAGA, lahir marga-marga cabang SIMANJORANG, SIMANDALAHI, BARUTU. Dari keturunan PANDIANGAN, lahir
marga-marga cabang SAMOSIR, GULTOM, PAKPAHAN, SIDARI, SITINJAK, HARIANJA.

Dari keturunan NAINGGOLAN, lahir marga-marga cabang RUMAHOMBAR, PARHUSIP, BATUBARA, LUMBAN TUNGKUP, LUMBAN SIANTAR, HUTABALIAN, LUMBAN RAJA, PUSUK, BUATON, NAHULAE.

Dari keturunan SIMATUPANG lahir marga-marga cabang
TOGATOROP (SITOGATOROP), SIANTURI, SIBURIAN.

Dari keturunan ARITONANG, lahir marga-marga cabang OMPU SUNGGU, RAJAGUKGUK, SIMAREMARE.

Dari keturunan SIREGAR, lahir marga-marga cabang SILO, DONGARAN, SILALI, SIAGIAN, RITONGA, SORMIN.

SI RAJA BORBOR Putra kedua dari TUAN SARIBURAJA, dilahirkan
oleh NAI MARGIRING LAUT. Semua keturunannya disebut marga BORBOR. Cucu RAJA BORBOR yang bernama DATU TALADIBABANA (generasi keenam) mempunyai 6 orang putra, yang menjadi asal-usul marga-marga berikut :
1. DATU DALU (SAHANGMAIMA), Keturunan DATU DALU melahirkan marga-marga berikut :
a. PASARIBU, BATUBARA, HABEAHAN, BONDAR, GORAT.
b. TINENDANG, TANGKAR.
c. MATONDANG.
d. SARUKSUK.
e. TARIHORAN.
f. PARAPAT.
g. RANGKUTI.

2. SIPAHUTAR, keturunannya bermarga SIPAHUTAR.
3. HARAHAP, keturunannya bermarga HARAHAP.
4. TANJUNG, keturunannya bermarga TANJUNG.
5. DATU PULUNGAN, keturunannya bermarga PULUNGAN.
6. SIMARGOLANG, keturunannya bermarga SIMARGOLANG.

Keturunan DATU PULUNGAN melahirkan marga-marga LUBIS dan HUTASUHUT. LIMBONG MULANA dan Marga-marga Keturunannya LIMBONG MULANA adalah putra ketiga dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga LIMBONG. Dia mempunyai 2 orang putra, yaitu PALU ONGGANG dan LANGGAT LIMBONG.
Putra dari LANGGAT LIMBONG ada 3 orang. Keturunan dari putranya yang kedua kemudian bermarga SIHOLE dan keturunan dari putranya yang ketiga kemudian bermarga HABEAHAN. Yang lainnya tetap memakai marga induk, yaitu LIMBONG.

SAGALA RAJA Putra keempat dari GURU TATEA BULAN. Sampai sekarang keturunannya tetap memakai marga SAGALA.

LAU RAJA dan Marga-marga Keturunannya LAU RAJA adalah putra kelima dari GURU TATEA BULAN. Keturunannya bermarga MALAU. Dia mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. PASE RAJA, keturunannya bermarga PASE.
b. AMBARITA, keturunannya bermarga AMBARITA.
c. GURNING, keturunannya bermarga GURNING.
d. LAMBE RAJA, keturunannya bermarga LAMBE. Salah seorang keturunan LAU RAJA diberi nama MANIK RAJA, yang kemudian menjadi asal-usul lahirnya marga MANIK.

TUAN SORIMANGARAJA dan Marga-marga KeturunannyaTUAN SORIMANGARAJA adalah putra pertama dari RAJA ISOMBAON. Dari ketiga putra RAJA ISOMBAON, dialah satu-satunya yang tinggal di Pusuk Buhit (di Tanah Batak). Istrinya ada 3 orang, yaitu :
a. SI BORU ANTING MALELA (NAI RASAON), putri dari GURU TATEA BULAN.
b. SI BORU BIDING LAUT (NAI AMBATON), juga putri dari GURU TATEA BULAN.
c. SI BORU SANGGUL HAOMASAN (NAI SUANON).

SI BORU ANTING MALELA melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DJULU (OMPU RAJA NABOLON), gelar NAI AMBATON.

SI BORU BIDING LAUT melahirkan putra yang bernama TUAN SORBA DIJAE (RAJA MANGARERAK), gelar NAI RASAON.
SI BORU SANGGUL HAOMASAN melahirkan putra yang bernama TUAN SORBADIBANUA, gelar NAI SUANON.

NAI AMBATON (TUAN SORBA DJULU / OMPU RAJA NABOLON) Nama (gelar) putra sulung TUAN SORIMANGARAJA lahir dari istri pertamanya yang bernama NAI AMBATON. Nama sebenarnya adalah OMPU RAJA NABOLON, tetapi sampai sekarang keturunannya bermarga NAI AMBATON menurut nama ibu leluhurnya.NAI AMBATON mempunyai 4 orang putra, yaitu :
a. SIMBOLON TUA, keturunannya bermarga SIMBOLON.
b. TAMBA TUA, keturunannya bermarga TAMBA.
c. SARAGI TUA, keturunannya bermarga SARAGI.
d. MUNTE TUA, keturunannya bermarga MUNTE (MUNTE, NAI MUNTE, atau DALIMUNTE). Dari keempat marga pokok tersebut, lahir marga-marga cabang sebagai berikut (menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung) :

a. Dari SIMBOLON : TINAMBUNAN, TUMANGGOR, MAHARAJA, TURUTAN, NAHAMPUN, PINAYUNGAN. Juga marga-marga BERAMPU dan PASI.
b. Dari TAMBA : SIALLAGAN, TOMOK, SIDABUTAR, SIJABAT, GUSAR, SIADARI, SIDABOLAK, RUMAHORBO, NAPITU.
c. Dari SARAGI : SIMALANGO, SAING, SIMARMATA, NADEAK, SIDABUNGKE.
d. Dari MUNTE : SITANGGANG, MANIHURUK, SIDAURUK, TURNIP, SITIO, SIGALINGGING.

Keterangan lain mengatakan bahwa NAI AMBATON mempunyai 2 orang putra, yaitu SIMBOLON TUA dan SIGALINGGING.
SIMBOLON TUA mempunyai 5 orang putra, yaitu SIMBOLON, TAMBA, SARAGI, MUNTE, dan NAHAMPUN. Walaupun keturunan NAI AMBATON sudah terdiri dari berpuluih-puluh marga dan sampai sekarang sudah lebih dari 20 sundut (generasi), mereka masih mempertahankan Ruhut Bongbong, yaitu peraturan yang melarang perkawinan antar sesama marga keturunan NAI AMBATON.
Catatan mengenai OMPU BADA, menurut buku "Tarombo Marga Ni Suku Batak" karangan W. Hutagalung, OMPU BADA tersebut adalah keturunan NAI AMBATON pada sundut kesepuluh.Menurut keterangan dari salah seorang keturunan OMPU BADA (MPU BADA) bermarga GAJAH, asal-usul dan silsilah mereka adalah sebagai berikut :
a. MPU BADA ialah asal-usul dari marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, dan BARASA.
b. Keenam marga tersebut dinamai SIENEMKODIN (Enem = enam, Kodin = periuk) dan nama tanah asal keturunan MPU BADA pun dinamai SIENEMKODIN.
c. MPU BADA bukan keturunan NAI AMBATON, juga bukan keturunan SI RAJA BATAK dari Pusuk Buhit.
d. Lama sebelum SI RAJA BATAK bermukim di Pusuk Buhit, OMPU BADA telah ada di tanah Dairi. Keturunan MPU BADA merupakan ahli-ahli yang trampil (pawang) untuk mengambil serta mengumpulkan kapur barus yang diekspor ke luar negeri selama berabad-abad.
e. Keturunan MPU BADA menganut sistem kekerabatan Dalihan Natolu seperti yang dianut oleh saudara-saudaranya dari Pusuk Buhit yang datang ke tanah Dairi dan Tapanuli bagian barat.

NAI RASAON (RAJA MANGARERAK) : nama (gelar) putra kedua dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri kedua TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI RASAON. Nama sebenarnya ialah RAJA MANGARERAK, tetapi hingga sekarang semua keturunan RAJA MANGARERAK lebih sering dinamai orang NAI RASAON. RAJA MANGARERAK mempunyai 2 orang putra, yaitu RAJA MARDOPANG dan RAJA MANGATUR.

Ada 4 marga pokok dari keturunan RAJA MANGARERAK :
a. Dari RAJA MARDOPANG, menurut nama ketiga putranya, lahir marga-marga SITORUS, SIRAIT, dan BUTAR BUTAR.
b. Dari RAJA MANGATUR, menurut nama putranya, TOGA MANURUNG, lahir marga MANURUNG. Marga PANE adalah marga cabang dari SITORUS.
NAI SUANON (TUAN SORBADIBANUA) : nama (gelar) putra ketiga dari TUAN SORIMANGARAJA, lahir dari istri ketiga TUAN SORIMANGARAJA yang bernama NAI SUANON. Nama sebenarnya
ialah TUAN SORBADIBANUA, dan di kalangan keturunannya lebih sering dinamai TUAN SORBADIBANUA. TUAN SORBADIBANUA mempunyai 2 orang istri dan memperoleh 8 orang putra. Dari istri pertama (putri SARIBURAJA) :
a. SI BAGOT NI POHAN, keturunannya bermarga POHAN.
b. SI PAET TUA.
c. SI LAHI SABUNGAN, keturunannya bermarga SILALAHI.
d. SI RAJA OLOAN.
e. SI RAJA HUTA LIMA. Dari istri kedua (BORU SIBASOPAET, putri Mojopahit) :
a. SI RAJA SUMBA.
b. SI RAJA SOBU.
c. TOGA NAIPOSPOS, keturunannya bermarga NAIPOSPOS. Keluarga TUAN SORBADIBANUA bermukim di Lobu Parserahan - Balige. Pada suatu ketika, terjadi peristiwa yang unik dalam keluarga tersebut. Atas ramalan atau anjuran seorang datu, TUAN SORBADIBANUA menyuruh kedelapan putranya bermain perang-perangan. Tanpa sengaja, mata SI RAJA HUTA LIMA terkena oleh lembing SI RAJA SOBU. Hal tersebut
mengakibatkan emosi kedua istrinya beserta putra-putra mereka masing-masing, yang tak dapat lagi diatasi oleh TUAN SORBADIBANUA. Akibatnya, istri keduanya bersama putra-putranya yang 3 orang pindah ke Lobu Gala-gala di kaki gunung Dolok Tolong sebelah barat.
Keturunan TUAN SORBADIBANUA berkembang dengan pesat, yang melahirkan lebih dari 100 marga hingga dewasa ini.

Keturunan SI BAGOT NI POHAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. TAMPUBOLON, BARIMBING, SILAEN.
b. SIAHAAN, SIMANJUNTAK, HUTAGAOL, NASUTION.
c. PANJAITAN, SIAGIAN, SILITONGA, SIANIPAR, PARDOSI.
d. SIMANGUNSONG, MARPAUNG, NAPITUPULU, PARDEDE.

Keturunan SI PAET TUA melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. HUTAHAEAN, HUTAJULU, ARUAN.
b. SIBARANI, SIBUEA, SARUMPAET.
c. PANGARIBUAN, HUTAPEA

Keturunan SI LAHI SABUNGAN melahirkan marga dan marga cabang berikut :
a. SIHALOHO.
b. SITUNGKIR, SIPANGKAR, SIPAYUNG.
c. SIRUMASONDI, RUMASINGAP, DEPARI.
d. SIDABUTAR.
e. SIDABARIBA, SOLIA.
f. SIDEBANG, BOLIALA.
g. PINTUBATU, SIGIRO.
h. TAMBUN (TAMBUNAN), DOLOKSARIBU, SINURAT, NAIBORHU, NADAPDAP, PAGARAJI, SUNGE, BARUARA, LUMBAN PEA, LUMBAN GAOL.

Keturunan SI RAJA OLOAN melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. NAIBAHO, UJUNG, BINTANG, MANIK, ANGKAT, HUTADIRI, SINAMO, CAPA.
b. SIHOTANG, HASUGIAN, MATANIARI, LINGGA, MANIK.
c. BANGKARA.
d. SINAMBELA, DAIRI.
e. SIHITE, SILEANG.
f. SIMANULLANG.

Keturunan SI RAJA HUTA LIMA melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. MAHA.
b. SAMBO.
c. PARDOSI, SEMBIRING MELIALA.

Keturunan SI RAJA SUMBA melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. SIMAMORA, RAMBE, PURBA, MANALU, DEBATARAJA, GIRSANG, TAMBAK, SIBORO.
b. SIHOMBING, SILABAN, LUMBAN TORUAN, NABABAN, HUTASOIT, SITINDAON, BINJORI.

Keturunan SI RAJA SOBU melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. SITOMPUL.
b. HASIBUAN, HUTABARAT, PANGGABEAN, HUTAGALUNG, HUTATORUAN, SIMORANGKIR, HUTAPEA, LUMBAN TOBING, MISMIS.

Keturunan TOGA NAIPOSPOS melahirkan marga dan marga cabang berikut:
a. MARBUN, LUMBAN BATU, BANJARNAHOR, LUMBAN GAOL, MEHA, MUNGKUR, SARAAN.
b. SIBAGARIANG, HUTAURUK, SIMANUNGKALIT, SITUMEANG.

***DONGAN SAPADAN (TEMAN SEIKRAR, TEMAN SEJANJI)

Dalam masyarakat Batak, sering terjadi ikrar antara suatu marga dengan marga lainnya. Ikrar tersebut pada mulanya terjadi antara satu keluarga
dengan keluarga lainnya atau antara sekelompok keluarga dengan sekelompok keluarga lainnya yang marganya berbeda. Mereka berikrar akan memegang teguh janji tersebut serta memesankan kepada keturunan masing-masing untuk tetap diingat, dipatuhi, dan dilaksanakan dengan setia. Walaupun berlainan marga, tetapi dalam setiap marga pada umumnya ditetapkan ikatan, agar kedua belah pihak yang berikrar itu saling menganggap sebagai dongan sabutuha (teman semarga). Konsekuensinya adalah bahwa setiap pihak yang berikrar wajib menganggap putra dan putri dari teman ikrarnya sebagai putra dan putrinya sendiri. Kadang-kadang ikatan kekeluargaan karena ikrar atau padan lebih erat daripada ikatan kekeluargaan karena marga. Karena ada perumpamaan Batak mengatakan sebagai berikut: "Togu urat ni bulu, toguan urat ni padang; Togu nidok ni uhum, toguan nidok ni padan", artinya: "Teguh akar bambu, lebih teguh akar rumput; Teguh ikatan hukum, lebih teguh ikatan janji". Masing-masing ikrar tersebut mempunyai riwayat tersendiri. Marga-marga yang mengikat ikrar antara lain adalah:
a. MARBUN dengan SIHOTANG.
b. PANJAITAN dengan MANULLANG.
c. TAMPUBOLON dengan SITOMPUL.
d. SITORUS dengan HUTAJULU - HUTAHAEAN - ARUAN.
e. NAHAMPUN dengan SITUMORANG.

CATATAN TAMBAHAN:

1. Selain PANE, marga-marga cabang lainnya dari SITORUS adalah BOLTOK dan DORI.

2. Marga-marga PANJAITAN, SILITONGA, SIANIPAR, SIAGIAN, dan PARDOSI tergabung dalan suatu punguan (perkumpulan) yang bernama TUAN DIBANGARNA.
Menurut yang saya ketahui, dahulu antar seluruh marga TUAN DIBANGARNA ini tidak boleh saling kawin. Tetapi entah kapan ada perjanjian khusus antara marga SIAGIAN dan PANJAITAN, bahwa sejak saat itu antar mereka (kedua marga itu) boleh saling kawin.

3. Marga SIMORANGKIR adalah salah satu marga cabang dari PANGGABEAN. Marga-marga cabang lainnya adalah LUMBAN RATUS dan LUMBAN SIAGIAN.

4. Marga PANJAITAN selain mempunyai ikatan janji (padan) dengan marga SIMANULLANG, juga dengan marga-marga SINAMBELA dan SIBUEA.

5. Marga SIMANJUNTAK terbagi 2, yaitu HORBOJOLO dan HORBOPUDI. Hubungan antara kedua marga cabang ini tidaklah harmonis alias bermusuhan selama bertahun-tahun, bahkan sampai sekarang. (mereka yang masih bermusuhan sering dikecam oleh batak lainnya dan dianggap batak bodoh)

6. TAMPUBOLON mempunyai putra-putra yang bernama BARIMBING, SILAEN, dan si kembar LUMBAN ATAS & SIBULELE. Nama-nama dari mereka tersebut menjadi nama-nama marga cabang dari TAMPUBOLON (sebagaimana biasanya cara pemberian nama marga cabang pada marga-marga lainnya).

7. Pada umumnya, jika seorang mengatakan bahwa dia bermarga SIAGIAN, maka itu adalah SIAGIAN yang termasuk TUAN DIBANGARNA, jadi bukan SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari SIREGAR ataupun LUMBAN SIAGIAN yang merupakan marga cabang dari PANGGABEAN. Selanjutnya biasanya marga SIAGIAN dari TUAN DIBANGARNA akan bertarombo kembali menanyakan asalnya dan nomor keturunan. Kebetulan saya marga SIAGIAN dari PARPAGALOTE.

8. Marga SIREGAR, selain terdapat di suku Batak Toba, juga terdapat di suku Batak Angkola (Mandailing). Yang di Batak Toba biasa disebut "Siregar Utara", sedangkan yang di Batak Angkola (Mandailing) biasa disebut "Siregar Selatan".

9. Marga-marga TENDANG, BUNUREA, MANIK, BERINGIN, GAJAH, BARASA, NAHAMPUN, TUMANGGOR, ANGKAT, BINTANG, TINAMBUNAN, TINENDANG, BARUTU, HUTADIRI, MATANIARI, PADANG, SIHOTANG, dan SOLIN juga terdapat di suku Batak Pakpak (Dairi).

10. Di suku Batak Pakpak (Dairi) terdapat beberapa padanan marga yaitu:
a. BUNUREA disebut juga BANUREA.
b. TUMANGGOR disebut juga TUMANGGER.
c. BARUTU disebut juga BERUTU.
d. HUTADIRI disebut juga KUDADIRI.
e. MATANIARI disebut juga MATAHARI.
f. SIHOTANG disebut juga SIKETANG.

11. Marga SEMBIRING MELIALA juga terdapat di suku Batak Karo. SEMBIRING adalah marga induknya, sedangkan MELIALA adalah salah satu marga cabangnya.

12. Marga DEPARI juga terdapat di suku Batak Karo. Marga tersebut juga merupakan salah satu marga cabang dari SEMBIRING.

13. Jangan keliru (bedakan):
a. SITOHANG dengan SIHOTANG.
b. SIADARI dengan SIDARI.
c. BUTAR BUTAR dengan SIDABUTAR.
d. SARAGI (Batak Toba) tanpa huruf abjad "H" dengan SARAGIH (Batak Simalungun) ada huruf abjad "H".

14. Entah kebetulan atau barangkali memang ada kaitannya, marga LIMBONG juga terdapat di suku Toraja di pulau Sulawesi.

15. Marga PURBA juga terdapat di suku Batak Simalungun.

Mauliate godang, Horas.........


Falsafah dan sistem kemasyarakatan Batak


Falsafah dan sistem kemasyarakatan

Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus sebagai struktur dan sistem dalam kemasyarakatannya yakni yang dalam Bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu. Berikut penyebutan Dalihan Natolu menurut keenam puak Batak
1. Dalihan Na Tolu (Toba) • Somba Marhula-hula • Manat Mardongan Tubu • Elek Marboru
2. Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) • Hormat Marmora • Manat Markahanggi • Elek Maranak Boru
3. Tolu Sahundulan (Simalungun) • Martondong Ningon Hormat, Sombah • Marsanina Ningon Pakkei, Manat • Marboru Ningon Elek, Pakkei
4. Rakut Sitelu (Karo) • Nembah Man Kalimbubu • Mehamat Man Sembuyak • Nami-nami Man Anak Beru
5. Daliken Sitelu (Pakpak) • Sembah Merkula-kula • Manat Merdengan Tubuh • Elek Marberru
  • Hulahula/Mora adalah pihak keluarga dari isteri. Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan adat-istiadat Batak (semua sub-suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak dipesankan harus hormat kepada Hulahula (Somba marhula-hula).
  • Dongan Tubu/Hahanggi disebut juga Dongan Sabutuha adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari perut yang sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang, walaupun karena saking dekatnya kadang-kadang saling gesek. Namun, pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetapi tetap bersatu. Namun demikian kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada saudara semarga. Diistilahkan, manat mardongan tubu.
  • Boru/Anak Boru adalah pihak keluarga yang mengambil isteri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah sebagai 'parhobas' atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun (terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan: Elek marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan Dalihan na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua masyarakat Batak pasti pernah menjadi Hulahula, juga sebagai Dongan Tubu, juga sebagai Boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata kekerabatan, semua orang Batak harus berperilaku 'raja'. Raja dalam tata kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang berperilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut Raja ni Hulahula, Raja no Dongan Tubu dan Raja ni Boru.

Sabtu, 14 Juli 2012

sistem tanggal orang batak



Sistem Penanggalan Batak
Nama-nama hari dalam 1 bulan di Batak:

1. Artia
2. Suma
3. Anggara
4. Muda
5. Boraspati
6. Singkora
7. Samisara
8. Artia ni Aek
9. Suma ni Mangadop
10. Anggara Sampulu
11. Muda ni mangadop
12. Boraspati ni Tangkup
13. Singkora Purasa
14. Samisara Purasa
15. Tula
16. Suma ni Holom
17. Anggara ni Holom
18. Muda ni Holom
19. Boraspati ni Holom
20. Singkora Moraturun
21. Samisara Moraturun
22. Artia ni Angga
23. Suma ni Mate
24. Anggara ni Begu
25. Muda ni Mate
26. Boraspati Nagok
27. Singkora Duduk
28. Samisara Bulan Mate
29. Hurung
30. Ringkar

Paretongan ari dibagasan sada bulan 29 ari dohot 30 ari marholang sada bulan.
MAMILANGI BULAN BATAK

1. Sipahasada
2. Sipahadua
3. Sipahatolu
4. Sipahaopat
5. Sipahalima
6. Sipahaonom
7. Sipahapitu
8. Sipahaualu
9. SipahaSia
10. Sipahasampulu
11. Li
12. Hurung

Sahali dibagasan opat taon adong do bulan tamba-tamba didok : Lamadu

sejarah dan indentitas batak


Sejarah dan Indentitas Batak
Mari kita mengenal tentang suku Batak mulai dari asal usulnya,adat istiadatnya,mengapa suku batak suka merantau meninggalkan kampung halamanya dan segala sesuatu yang lainya tentang suku batak.
Asal usul suku Batak sangat sulit untuk ditelusuri dikarenakan minimnya Situs peninggalan sejarah yang menceritakan tentang suku Batak,maka sering dikatakan menelusuri asal usul suku Batak adalah orang yang kurang kerjaan.tapi bagi saya nggak jadi masalah dikatakan kurang kerjaan karena ada pepatah mengatakan “tak kenal makanya tak sayang” dan juga jangan seperti “kacang lupa pada kulitnya”. Dengan mengutip dari berbagai sumber termasuk tulisan diberbagai blog dan juga searching di dunia maya.
Arti Batak sampai sekarang belum dapat di jelaskan secara pasti dan memuaskan. Menurut J, Warneck, Batak berarti “Penunggu kuda yang lincah”, tetapi menurut H.N. Van der Tuuk, Batak berarti “kafir”
Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar 2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum). Karena hingga sekarang belum ada artefak Neolitikum (Zaman Batu Muda) yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru bermigrasi ke Sumatra Utara di zaman logam. Pada abad ke-6, pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus, di pesisir barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur Barus yang diusahakan oleh petani-petani di pedalaman. Kapur Barus dari tanah Batak bermutu tinggi sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor di samping kemenyan.
Menurut versi ahli sejarah Batak mengatakan bahwa Orang Batak berasal dari Thailand yang menyeberang ke Sumatera melalui Semenanjung Malaysia dan akhirnya sampai ke Sianjur Mula mula dan menetap disana. Sedangkan dari prasasti yang ditemukan di Portibi yang bertahun 1208 dan dibaca oleh Prof.Nilakantisari seorang Guru Besar ahli Kepurbakalaan yang berasal dari Madras,India menjelaskan bahwa pada tahun 1024 kerajaan Cola dari India menyerang Sriwijaya dan menguasai daerah Barus.pasukan dari kerajaan Cola kemunggkinan adalah orang-orang Tamil karena ditemukan sekitar 1500 orang Tamil yang bermukim di Barus pada masa itu.Tamil adalah nama salah satu suku yang terdapat di India.
Si Raja Batak diperkirakan hidup pada tahun 1200 (awal abad ke13)
Raja Si Singamangaraja ke-XII diperkirakan keturunan Si Raja Batak generasi ke-19 yang wafat pada tahun 1907 dan anaknya Si Raja Buntal adalah generasi ke-20. Dari temuan tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa kemungkinan besar leluhur dari Si Raja Batak adalah seorang pejabat atau pejuang kerajaan Sriwijaya yang berkedudukan di Barus karena pada abad ke-12 yang menguasai seluruh nusantara adalah kerajaan Sriwijaya di Palembang. Akibat dari penyerangan kerajaan Cola ini maka diperkirakan leluhur Si Raja Batak dan rombonganya terdesak hingga ke daerah Portibi sebelah selatan Danau Toba dan dari Sinilah kemungkinan yang dinamakan Si Raja Batak mulai memegang tampuk pemimpin perang atau boleh jadi Si Raja Batak memperluas daerah kekuasaan perangnya sampai mancakup daerah sekitar Danau Toba, Simalungun, Tanah Karo, Dairi sampai sebagian Aceh dan memindahkan pusat kekuasaanya ke daerah Portibi disebelah selatan Danau Toba.
Pada akhir abad ke-12 sekitar tahun 1275 kerajaan Majapahit menyerang kerajaan Sriwijaya sampai ke daerah Pane, Haru, Padang Lawas dan sekitarnya yang diperkirakan termasuk daerah kekuasaan Si Raja Batak Serangan dari kerajaan Majapahit inilah diperkirakan yang mengakibatkan Si Raja Batak dan rombonganya terdesak hingga masuk kepedalaman disebelah barat Pangururan ditepian Danau Toba,daerah tersebut bernama Sianjur Mula Mula dikaki bukit yang bernama Pusuk Buhit,kemudian menghuni daerah tersebut bersama rombonganya. Terdesaknya Si Raja Batak oleh pasukan dari kerajaan Majapahit kemungkinan erat hubunganya dengan runtuhnya kerajaan Sriwijaya dipalembang karena seperti pada perkiraan di atas Si Raja Batak adalah kemungkinan seorang Penguasa perang dibawah kendali kerajaan Sriwijaya. Sebutan Raja kepada Si Raja Batak bukanlah karena beliau seorang Raja akan tetapi merupakan sebutan dari pengikutnya ataupun keturunanya sebagai penghormatan karena memang tidak ada ditemukan bukti2 yang menunjukkan adanya sebuah kerajaan yang dinamakan kerajaan Batak.
R.W Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatra bagian utara tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan sosial yang koheren. Menurutnya sampai abad ke-19, interaksi sosial di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar individu, antar kelompok kekerabatan, atau antar kampung. Dan hampir tidak ada kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan sosial dan politik yang lebih besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah keluarga besar Batak baru terjadi pada zaman kolonial. Dalam disertasinya J. Pardede mengemukakan bahwa istilah "Tanah Batak" dan "rakyat Batak" diciptakan oleh pihak asing. Sebaliknya, Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak, dan Belandalah yang telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari wilayah lain di Sumatra. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren, daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo. Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari Bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Suku Batak sangat menghormati leluhurnya sehingga hampir semua leluhur marga2 batak diberi gelar Raja sebagai gelar penghormatan,juga makam-makam para leluhur orang Batak dibangun sedemikian rupa oleh keturunanya dan dibuatkan tugu peringatan. Tugu ini dimaksudkan selain penghormatan terhadap leluhur juga untuk mengingatkan generasi muda akan silsilah mereka. Didalam sistim kemasyarakatan suku Batak terdapat apa yang disebut dengan Marga yang dipakai secara turun temurun dengan mengikuti garis keturunan laki laki, ada sekitar 227 nama Marga pada suku Batak.
Didalam buku Tarombo Borbor Marsada dikatakan bahwa Si Raja Batak memiliki 3(tiga )orang anak yaitu:
-GURU TATEA BULAN (Si Raja Lontung)
-RAJA ISOMBAON (Si Raja Sumba)
-TOGA LAUT.
Ketiga anak Si Raja Batak inilah yang diyakini meneruskan tampuk pimpinan Si Raja Batak dan asal mula terbentuknya marga-marga pada suku Batak.
Apabila ada saudara-saudara yang memiliki dokumen sejarah tentang Suku Batak Silahkan mengkoreksi atau melengkapi tulisan ini.

Dampak Migrasi Suku Batak Toba ke Simalungun


Dampak Migrasi  Suku Batak Toba ke Simalungun
I. PENDAHULUAN
Pada masa ini warga Batak Tapanuli sudah hampir mendiami sebahagian besar wilayah Simalungun. Proses masuknya orang Batak Tapanuli ke wilayah ini juga telah terjadi puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun yang lewat. Migrasi itu terjadi didorong oleh berbagai faktor yang timbul dari dalam diri mereka sendiri atau juga oleh pengaruh dari pihak lain seperti pihak kolonial yang memaksa ataupun memanfaatkan mereka untuk tujuan-tujuan kolonial sendiri dan juga oleh pihak missionar dalam rangka penyebaran injil yang mereka lakukan.
Proses migrasi itu juga tidak terjadi secara serempak. Tetapi mereka meninggalkan kampung halamannya secara bertahap. Untuk lebih jelasnya pada tulisan ini akan di uraikan beberapa hal yang mendorong penyebaran orang Batak (Toba) Tapanuli ke daerah Simalungun yakni :
I. Usaha penginjilan yang diusahakan oleh para missionar. Para missionar yang telah terlebih dahulu bekerja di wilayah Tapanuli berusaha juga untuk menyebarkan injil ke wilayah Simalungun dengan memanfaatkan tenaga putra daerah Tapanuli disamping tenaga para missonar dari Eropa.
II. Usaha pihak kolonial (Belanda) karena kebutuhan tenaga kerja pada perusahaan-perusahaan (perkebunan) yang telah mereka buka
III. Usaha orang Tapanuli sendiri untuk mencari lapangan kerja baru karena faktor keterbatasan lahan produktif di wilayah Toba dan sekaligus karena kesuburan alam wilayah Simalungun terutama untuk bercocok tanam.
Ketiga faktor tersebut sangat dominan dalam upaya migrasi orang Tapanuli tersebut. Faktor inilah kemudian yang melahirkan budaya dinamis bagi orang Tapanuli yakni merantau (mangaranto) dengan meninggalkan tanah kelahiran untuk pergi ke daerah lain.
Pendidikan barat yang mereka terima dari para missioner telah membuka mata mereka untuk lebih mengenal dunia luar yang sekaligus juga menuntun arah untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Selanjutnya anggota masyarakat yang mendapat pendidikan formal menjadi enggan bekerja sebagai petani dan beralih melakukan pekerjaan lain. Pada awalnya mereka sangat mengidamkan jabatan gerejawi karena memiliki prestise tersendiri. Contohnya Nahum Tampubolon yang dikenal dengan gelar Raja Patik Tampubolon yang bekerja sebagai guru yang oleh RMG mengutusnya sebagai guru pertama dan penginjil di antara Batak Simalungun di daerah Haranggaol-Purbasari dan juga pembicaraan Nommensen dengan raja-raja Simalungun mengenai pendirian Pos-pos PI dan sekolah-sekolah Zending pada tahun 1903.  Sedangkan yang tidak berpendidikan, terutama kaum tani , sejak permulaan abad ke-XX pindah secara berkelompok ke daerah potensial yang jarang penduduknya. Mereka membuka hutan dan mengolah rawa-rawa menjadi areal pertanian dan persawahan. Bersamaan dengan itu kaum terdidik mendapat pekerjaan di instansi pemerintahan kolonial, perkebunan Barat, pertambangan, rumah sakit, bank, sekolah di luar Tapanuli Utara yang dengan itu mereka mendapat gaji dan pangkat yang sekaligus juga meraih status yang lebih tinggi.
II. TANO PARSERAHAN SIMALUNGUN
Dengan tersebarnya berita keadaan Simalungun ke Tapanuli oleh para petugas mission, timbullah keberanian untuk melihat daerah itu. Ada yang naik sampan dari Balige menuju Sungkean terus ke Parapat dan dari Panahatan melewati hutan terus ke Tigadolok dan sampai ke Siantar. Kemudian sesampainya di daerah Siantar mereka membuka perkampungan. Untuk menambah tenaga dan mempertahankan diri dari serangan musuh, beberapa orang disuruh pulang dan sekaligus memberi kabar kepada keluarganya dan teman-teman sekampung agar mereka ikut dalam perjalanan berikutnya. Berita yang diwartakan mazalah gereja “Imanuel” juga turut mempengaruhi masyarakat Toba untuk minggat ke daerah Simalungun. Tidak heran sejak itu beberapa rombongan dengan menaiki sampan dan dengan berjalan kaki mereka datang menuju Siantar. Cunningham memperkirakan bahwa sejak tahun 1900 beberapa orang Toba sudah masuk ke kerajaan Tanah Jawa Simalungun.
Pada awalnya mereka membuka hutan dan mendirikan rumah-rumah darurat. Mereka pertama-tama membuka juma (lahan kering). Dengan semakin bertambahnya penduduk yang datang sekitar tahun 1903 – 1904, mereka kemudian membangun perkampungan di sekitar perladangannya. Beberapa kampung pertama yang mereka buka al: Sianjur, Banjarnahor, Sobu dan Tambunan, Gurgur dan Tombak Pulopulo. Di Sianjur penghuninya : Maliakhi Silalahi, di Banjarnahor: Benjamin Silalahi; di Tambunan ama ni Panal Tambunan, di Sobu: Esra Hutabarat. Penghulu di Gurgur adalah Garinus Simanjuntak dan di Tombak Pulopulo : Ishak Silalahi.
1. DAERAH BANDAR
Tahun 1904 di Pematang Bandar telah dimulai membuka persawahan yang diprakarsai oleh missioner : G. K. Simon. Pada awalnya proses membuka persawahan tersebut sangat sulit karena belum adanya irigasi pengairan. Itu sebabnya orang Batak Toba kurang berminat tinggal di daerah tersebut. Pada waktu itu juga semua penduduk disana sudah memeluk agama Islam, sehingga kehadiran mereka bersama dengan petugas mission seperti Pdt Jonas Siregar dan Pdt. Marthin Nainggolan kurang mendapat sambutan dari penduduk setempat. Hal itu dimulai sejak tahun 1850 sudah banyak orang Simalungun masuk Islam. Raja Siantar sendiri sudah masuk islam. Oleh karena kenyatan tersebut maka Pdt. Jonas Siregar akhirnya pindah ke Batunaggar, Pdt. Marthin Nainggolan pindah ke Hataran Jawa. Sedangkan yang lainnya pindah ke Siantar dan Panai.
Di samping oleh dorongan dari diri sendiri, missioner Jerman juga mendukung perpindahan sebagian orang Batak Toba ke Simalungun dengan maksud untuk memberi contoh dalam bercocok tanam di persawahan sekaligus untuk memberi teladan cara hidup orang kristiani. Pada tahun 1905 orang-orang dari Tapanuli semakin banyak yang pindah menuju Panai, Bandar dan Tanah Jawa.
Dengan keberhasilan pertanian orang Batak Toba tersebut maka pemerintah kolonial melalui Kontrolir Batubara mengadakan perjanjian dengan Raja Bandar, agar orang Batak Toba diberi kesempatan untuk membuka persawahan di daerah tersebut. Itu sebabnya pada tahun 1906 disana sudah terdapat 94 0rang Kristen Batak yang terdiri dari 40 laki-laki dewasa, 11 perempuan dewasa dan 43 anak-anak dan mereka juga akhirnya bertempat tinggal disana. Mereka dating dari daerah Toba Holbung, Silindung dan Humbang. Bahkan juga pada tahun itu juga di Juma Saba telah diadakan kebaktian yang dipimpin oleh evangelis Theophilus Pasaribu. Demikian juga dari daerah Toba yang sama sudah banyak yang bertempat tinggal di daerah Panai (1907). Selain itu juga mereka ada yang menuju Siantar, Dolok Merlawan dan daerah lainnya di Simalungun.
2. DAERAH TANAH JAWA
Sebaliknya dengan daerah Tanah Jawa, disana kedatangan mereka dihambat oleh pihak kontroleur . Hal ini ditandai dengan ditanda tanganinya perjanjian antara pihak kontroleur Belanda dengan tujuah raja Simalungun yang disebut “ Korte Verklaring” yang merupakan :
1.      Perjanjian akan pengakuan kedaulatan Belanda di daerah tersebut
2.       Bahwa raja-raja tersebut tidak akan melakukan hubungan-hubungan politik dengan negeri-negeri asing.
3.      Setuju untuk mengikuti undang-undang dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah kolonial.
Inilah awal dibukanya daerah perkebunan di daerah Simalungun yang sekaligus juga menjadi kesempatan bagi orang Toba terdidik mendapatkan pekerjaan di daerah itu.
Dalam kurun waktu tiga tahun, beberapa daerah di Simalungun telah di huni orang-orang Toba. Demikian juga jumlah anggota jemaat Kristen dan termasuk penduduk setempat. Pada tahun 1907 sudah terdapat 4 jemaat Kristen yakni Pematang Siantar yang berdiri tanggal 29 September 1907 dan pendetanya Pdt.E. D. Muller. Ompui Nommensen memimpin rapat di Laguboti tahun 1903 untuk memberitakan injil ke daerah Simalungun. Pada tahun 1904 ditetapkan Pdt G. Simon, Pdt. Jones Siregar dan Pdt Marthin Nainggolan di Pematang Bandar. Pada tanggal 29 September 1907 Pdt. E.G Muller ditetapkan di Pematang Siantar yang juga ditetapkan sebagai hari berdirina gereja ini. Anggota jemaat pada awalnya masih berasal dari Tapanuli, yang merantau ke daerah-daerah perkebunan. Baru dua keluarga yang berasal dari pribumi : Ogom Damanik (Abraham) dan Datok Damanik (Johanes) yang berasal dari Naga Huta. Pembangunan sekolah dan Rumah Sakit terjadi pada saat tuan Lotus dan L. Bregenstroth.
Juma Saba (Siantar Sawah dimana sekolah dan gereja darurat juga suda didirikan) dengan jumlah anggota 114 orang (45 KK di bawah pimpinan A. Lumban Tobing), Panai dan Bandar Meratur (280 orang).
Dengan difokuskannya pembukaan lahan perkebunan oleh fihak colonial, persoalan pangan kemudian muncul karena terbatasnya sumber-sumber beras di daerah tertentu. SoluSi dibuat dengan membuka lahan-lahan pertanian dan kemudian mengahadirkan orang-orang Batak Toba yang dikenal gigih dan ahli dalam bertani (pengolahan lahan basah). Maka selanjutnya pihak Belanda kembali mengadakan perjanjian dengan fihak raja Siantar dan Raja Panai pada tahun 1908 dengan maksud agar orang-orang Toba kemudian di ijinkan untuk bertani di daerah tersebut. Dan selanjutnya menurut laporan Van Gelder bahwa pada tahun 1909 sebanyak 500 KK petani telah di tempatkan di Siantar, demikian juga di daerah Bah Korah I dan Bah Korah II. Sementara putra daerah Simalungun tidak begitu tertarik dengan pertanian dan lebih senang tinggal di daerah Simalungun atas.
Selanjutnya juga dengan pembukaan lahan perkebunan di daerah Tomuan, Pantoan dan Naga Huta semakin membuka peluang bagi orang-orang terdidik Toba untul berkerja di perkebunan tersebut. Sementara untuk mengusahakan swasembada pangan fihak Belanda justru memfaSilitaSi uasaha pertanian orang Toba tersebut dengan membuka irigaSi seperti di Juma Saba telah dibangun tali air permanent pada tahun 1910. Pada saat inilah kemudian orang Toba semakin banyak yang dating ke Simalungun. Mereka ada yang bertempat tinggal di Simarimbun, Marihat dan daerah lainya.
3. DAERAH BALATA
Sebelumnya daerah Balata kurang diminati kaum migrant dari Toba karena daerahnya bergelombang dan banyak ditumbuhi lalang dan juga keamanan kurang terjamin oleh para pengacau. Namun ketika Andreas Simangunsong menjabat sebagai Controle Mantri tahun 1910, ia menyarankan agar raja Jorlang Hataran : Rontahalam memperkenalkan diri dengan Ephorus HKBP, agar kerajaannya dikenal orang. Maka pada tahun 1911 orang Batak Toba yang berasal dari Humbang, SamoSir dan Toba Holbung mulai tinggal di Balata.
Dengan berhaSilnya swasembada pangan yang diterapkan fihak colonial, maka fihak Belanda kemudian membuat kebijakan dengan memberikan jabatan-jabata kepada orang Batak Toba yang berhaSil membawa banyak orang Toba datang ke Simalungun. Contoh : yang berhaSil membawa 5 KK akan diangkat menjadi kepala rodi, jabatan penghulu bila membawa 7 KK, dan bahkan menjadi Raja Ihutan bagi yang berhaSil membawa 50 KK.
Tahun-tahun berikutnya semakin banyak orang Toba yang datang ke Simalungun. Bahkan pada tahun 1913 telah mencapai 6500 KK dengan luas persawahan 720 Ha dan rata-rata 1 Ha setiap KK. Dengan keberhaSilan mendatangkan orang Batak Toba ke Simalungun, maka tahun 1914 pemerintah Belanda mengangkat Andreas SimangunSing menjadi Hoofd der Tobaneezen (Raja Ihutan).
Pembukaan jalan raya dari Balige, Porsea, Parapat dan terus ke Pematang Siantar tahun 1915 semakin membuka peluang masuknya migrant Toba ke Simalungun. Bahkan sampai ke Simalungun Bawah. Tahun 1915 mereka sudah berjumlah 8500 orang: 1901 orang di Juma Saba. Tanah Jawa sejak tahun 1917 telah dimasuki pendatang dari Toba Holbung, Silindung, Humbang dan juga dari Angkola. Bahkan tahun 1918 sudah mencapai 11.250 orang dengan luas persawahan 3700 Ha. Tahun 1919 sudah mencapai 12.840, tahun 1920 sudah mencapai 12.4% (21.823) orang dari seluruh penduduk Simalungun.
4. DAERAH DOLOK ILIR
Pada tahun 1922 beberapa daerah seperti Dolok Merangir, Laras dan Dolok Ilir sudah di huni orang Toba. Bahkan pada tahun 1925 sudah terdapat sekitar 500 orang sebagai penduduk tetap di Dolok Ilir. Namun tahun 1926 sempat terjadi konflik antara Raja Simalungun dan para pendatang dari Toba karena masalah pajak bumi an masalah pengakuan atas kekuasaan raja-raja di Simalungun yang mengakibatkan 400 KK pindah ke Padang Bedagai-Deli Serdang. Namun sampai tahun 1930 orang Batak Toba sudah mencapai 45.603 yang dating dari daerah Toba Holbung, Silindung, Humbang, SamoSir. Jelasnya dilihat dari daerah tujuan perpindahan orang Batak Toba maka Simalungun menjadi urutan teratas. Ini karena keuburan tanah Simalungun dan juga oleh karena telah dibukanya sekolah-sekolah yang diasuh oleh misSioner Jerman dan tenaga-tenaga pendidik Batak Toba berdiri dimana-mana dan terbuka bagi Siapa saja. Mereka pada umumnya bertani. Namun ada juga yang berkerja di perkebunan, rumah sakit, beberapa daerah telah mereka tempati seperti : Dlok Merangir, Dolok Ilir, Laras, Serbelawan, Bah Jambi, Bandar Betsy, Bangun, Bukit Meraja, Kerasaan, Bosar Maligas, Balimbingan, Pagar Jawa, Marihat, Bah Birong, Parmonangn, Bah Kapul, Mahonda, Marihat Ulu, KaSinder, Sidamanik, dll. Tahun 1937, mayoritas orang Toba yang tinggal di Panai berasal dari SamoSir dan Toba Holbung. Selanjutnya pada tahun 1938 orang Batak Toba dan Orang Jawa menjadi penduduk yang dominant di wilayah Tanah Jawa dan Siantar. Sementara di 4 distrik : Tanah Jawa, Jorlang Hataran, Dolok Panribuan dan Siantar orang Btak Toba lebih dominant dari orang Simalungun yang berada di Simalungun Bawah. Di daerah Bosar Maligas, Jorlang Hataran dan Bandar dominant orang Jawa.
5. PERKEMBANGAN SELANJUTNYA USAHA PEKABARAN INJIL DI SIMALUNGUN
Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa kehadiran usaha PI yang dilakukan oleh para misSionar sebagai faktor hadirnya migrant Toba di Simalungun. Hal itu dimulai sejak misSionaries H. Guilamo (1899) dan G. K. Simon (16 Maret 1903), Theis (2 September 1903 yang dianggap sebagai awalsejarah gereja Simalungun) datang melakukan usaha PI di Simalungun. Pada waktu itu memang belum ada putra/i pribumi Simalungun yang masuk Kristen. Baru pada tanggal 29 September 1907 Tak dapat dipungkiri juga bahwa bahwa dinamika zaman juga turut berperan dalam mempengaruhi usaha PI di daerah ini. Pada mas pendudukan Jepang, usaha PI menghadapi hambatan, bahkan orang Kristen dipaksa untuk bekerja pada hari Minggu, sementara gedung-gedung gereja juga dijadikan menjadi gudang penyimpanan barang-barang colonial. Namun pada masa revoluSi pada Maret 1946, terjadi perubahan Sikap terhadap raja-raja Simalungun yang selama ini dianggap feudal menjadi sasran revoluSi pada tanggal 3 Maret 1946. beberapa orang raja-raja Simalungun ditangkap dan di bunuh dibawah pimpinan Saragi Ras pimpinan Barisan Harimau Liar (BHL). Urbanus Pardede mengambil alih pemerintahan dari tangan Madja Purba. Keadan ini menjadi cambuk bagi raja-raja Raya, Panai, Purba untuk masuk agama Kristen. Tahun 1946 45 orang dari mereka di baptis. Dan mulai saat itu beberapa gereja berdiri seperti : Bah Jambi, Laras, Dolok Ilir, Balata, Bahal Gaja dan Panaborangan Tanah Jawa. Tahun 1955 di daerah Bandar sudah terdapat 450 KK penganut HKBP demikian juga dengan daerah lainnya. Pada tanggal 22 Januari 1953 jemaat Kristen Simalungun diberi otonom dengan Pdt. Wismark Saragih sebagai wakil Ephorus. Dan pendirian UniverSitas HKBP Nommensen tahun 1954 dan beberapa sekolah yang dikelola HKBP menambah arus perpindahan dari Toba ke Simalungun untuk studi dan bekerja.
6. KESIMPULAN
Jelasnya bahwa kehadiran kekristenan, pendidikan dan perkembangan komunikasi merupakan penyebab perubahan social di Simalungun. Orang China memegang sektor perdganagn di kota-kota Simalungun Bawah, orang Batak Toba menjadi pegawai pemerintah, perkebunan, perdagangan dan pertanian, orang dari Tapanuli selatan sebagai pedagang, pegawai dan guru agama Islam. Inilah awal migrasinya berbagai suku bangsa ke wilayah Simalungun, terutama mingran orang Toba, yang sekaligus juga berimplikasi terhadap kehadiran injil di daerah Simalungun sendiri.